Berita

Pemerintah Diminta Dorong Populerkan Jurnal Ilmiah

Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian untuk Masyarakat Unika Atmajaya Asmin Fransiska menyarankan pemerintah mendorong untuk meningkatkan penggunaan jurnal ilmiah.

“Selain mendorong dosen memproduksi jurnal, kedepan pemerintah perlu pikirkan penggunaan jurnal ilmiah itu,” katanya kepada Tempo di Kemenristekdikti 1 Maret 2017.

Asmin mengatakan jurnal ilmiah masih sangat jarang digunakan sebagai referensi mahasiswa Indonesia, khususnya mahasiswa strata 1 yang sedang menyelesaikan skripsi.

Selaku Dosen Fakultas Hukum, Asmin kerap mendapati anak didiknya menggunakan sumber terbuka di jaringan internet seperti wikipedia atau situs lain. Jarang sekali siswa menggunakan jurnal ilmiah nasional ataupun internasional dalam referensi atau catatan kaki skripsinya. Sumber terbuka di jejaring internal masih menjadi belum bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Hal ini itu berbeda dengan mahasiswa di negara maju kawasan Eropa, atau Amerika yang sudah diwajibkan menggunakan jurnal sebagai pedoman referensi dalam menulis skripsi, tesis atau karya ilmiah lain. Bahkan, kata Asmin, ada pula kampus yang mengharuskan mahasiswanya menggunakan jumlah minimal buku serta jumlah minimal jurnal untuk digunakan dalam karya ilmiahnya. “Jurnal itu bentuk tanggung jawab dosen terhadap keilmuannya,” katanya.

Ia mengakui ada beberapa masalah dalam menggunakan jurnal nasional ataupun internasional dalam membuat tugas akhir kuliah di Indonesia. Contohnya ada beberapa kampus di daerah yang tidak terjangkau jaringan internet dengan baik. Masalah lain, ada beberapa jurnal berbayar yang mahal harganya. “Seseorang bisa keberatan membelinya, setiap kampus pun memiliki anggaran terbatas membeli jurnal berbayar,” katanya.

Sebelumnya pemerintah telah menerbitkan beberapa aturan tentang pendanaan penelitian, salah satunya adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106 Tahun 2016 tentang Standar Biaya Keluaran Tahun 2017 dan Permenristekdikti Nomor 42 Tahun 2016 tentang Pengukuran dan Penetapan Tingkat Kesiapterapan Teknologi.

Tahun ini, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi melakukan Reformulasi Skema Pendanaan Penelitian di Perguruan Tinggi. “Hal ini guna mendorong riset yang berorientasi inovasi dan invensi,” kata Menristekdikti, Mohamad Nasir, Rabu, 1 Maret 2017.

Menurut Nasir, selama ini riset memang berbasis pada aktivitas, banyak peneliti di perguruan tinggi yang menggugat tentang kesulitan mempertanggungjawabkan keuangan. Akhirnya, Nasir meminta pada Menteri Keuangan supaya riset jangan berbasis pada aktivitas namun pada hasil atau output. Menurutnya banyak perguruan tinggi yang punya inovasi yang bisa didorong.

Reformulasi skema penelitian, ditujukan untuk meningkatkan pencapaian jumlah publikasi, kekayaan intelektual dan paten serta prototype industri. Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti, Muhamad Dimyati berharap perubahan skema penelitian itu akan meningkatkan produktivitas dosen di perguruan tinggi karena telah diselaraskan dengan sistem pengelolaan berbasis teknologi informasi. Akibatnya melalui skema ini pembuatan jurnal ilmiah akan lebih efisien, memiliki transparansi dana, akuntabilitas pengelolaan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.